Mengenal kembali kato nan ampek & asertif di
bumi Minangkabau
Minangkabau merupakan suatu kebudayaannya yang unik.
Cara berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari di minangkabau pun diatur dalam 4
jenis kata, dikenal dengan istilah “kato nan ampek”. Kato
nan ampek (kata yang empat) tersebut adalah:
À
Kato manurun
À
Kato mandaki
À
Kato mandata
À
Kato malereang
À
Kato Manurun
dan kato mandaki
Kato nan ampek ini digunakan dalam keseharian
masyarakat minangkabau. Orang tua berbicara kepada anak-anak mereka secara kato manurun. Ia sering memberikan arahan-arahan,
nasehat dan saran-saran serta teguran buat anak-anak. Sedangkan, anak-anak
berbicara kepada orang tua secara kato
mandaki. Kato ini mengatur dan mengharuskan anak-anak untuk berbicara tutur
kata yang sopan dan santun kepada ayah dan ibunya.
Selain Orang tua, kato mandaki yang digunakan anak juga berlaku buat guru mereka.
Guru akan memberikan didikan, ajaran, nasehat kepada anak didik mereka secara
kata menurun. Orang yang lebih tua berkata kepada orang yang lebih muda tidak
diperbolehkan untuk bicara semena-mena, tetap harus menjaga adab dan sopan
santun dalam berbicara. Kemudian dalam adat minang, mereka yang di katakan
mamak, akan berbicara secara kato menurun kepada anak dan kemenakannya. Mamak
sejajar dengan orang tua bagi anak kemenakannya. Sebab mamaklah yang memberikan
arahan, nasehat, ajaran dan didikan kepada anak kemenakannya di kaum. Contohnya,
mendengarkan apa yang dibicarakan oleh orang tua dan tidak memotong
pembicaraanny, apalagi membantah kata orang tua darinya.
À
Kato mandata
Sedangkan dua kato nan lainnya adalah kato mandata dan kato melereang. Kato mandata
digunakan ketika kita berbicara dengan teman sebaya kita atau sepupu sebaya
dengan kita. Kato mendata ini dalam
keseharian anak minang kabau bisa seperti bercanda, bergurau dengan teman
sebanya. Mereka bisa berbicara apa adanya kepada temannya dan bersikap
asertif. Mereka boleh melontarkan apa
yang ia suka dan tidak suka ataupun menyampaikan apa yang ia pikir dan rasakan
kepada teman sebayanya itu.
Beberapa orang ada yang suka bicara dengan cara
blak-blakan tersebut dan ada juga yang tidak. Berbicara blak-blakan seringkali
dikaitkan dan disamakan dengan asertif. Asertif adalah perilaku yang bersifat
terbuka, jujur terhadap orang lain.
Namun pepatah minang mengatakan “harimau dalam
paruik kambiang nan dikaluakan” (Harimau dalam perut kambing dikeluarkan). Hal
ini berarti bahwa seberapa sakitpun hati seseorang, ia tidak boleh menampakkannya
dalam kata-kata atau sikap dan perilaku kepada orang yang bersangkutan, apakah
ia teman baginya apalagi ia merupakan sosok orang tua baginya.
Berbeda dengan yang diatas bahwa asertif sangat
diperlukan oleh seseorang untuk mengevaluasi diri. Seringkali sebagian orang
butuh keasertifan seseorang untuk evaluasi diri kita atau diri orang lain,
supaya ia bisa mengevaluasi dan memperbaiki apa yang patut yang diperbaiki.
Lalu, Bagaimana cara kita menyikapi perbedaan
tersebut?
Sesuai dengan istilah minang, “dimano bumi dipijak,
disinan langik di junjuang”, artinya, kita dituntut untuk mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan dimana kita berada. Jika kita tinggal di minang, maka
kita ikuti tata cara dan adat minangnya. Jika kita tinggal di ranah melayu,
kita sesuaikan diri kita untuk mengikuti adatnya melayu dan sebagainya.
À
Kato malereang
Kato malereang digunakan dalam berbicara kepada
orang yang kita segani dalam kehidupan minang, seperti tokoh-tokoh adat, alim
ulama, dan pemimpin.
Itulah pengenalan kato nan ampek bagi
masyarakat minangkabau dan sikap asertifnya dalam keseharian. Semoga Bermanfaat
ya,,,
KM, 01-02-2019
#Tulisanlabatabang
#Fourfrawisda
Komentar
Posting Komentar